TRENDING NOW

SYIRIK

KOMUNIS

SURIAH

Jurnalmuslim.com - Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Syiah memiliki pengertian  Ahlus Sunnah adalah nawashib/nashibi.
 Kali ini, melalui mulut ulama-ulama Syiah, mereka mengatakan bahwa Muslim Ahlus Sunnah wal Jama'ah lebih hina dan lebih najis ketimbang Anjing.

Dedengkot Syi'ah kontemporer Syaikh DR. Najah Ath-Tha’i juga menukil riwayat-riwayat senada dalam berhujjah untuk menyingkap status nashibi di sisi mereka seperti berikut :

عن أبي عبدالله عليه السلام : إن الله لم يخلق خلقا شرا من الكلب وإن الناصب أهون على الله من الكلب

“Sesungguhnya Allah tidak menciptakan makhluq yang lebih buruk daripada anjing. Dan sesungguhnya Nashibi adalah lebih hina di Sisi Allah daripada anjing”.

وعن الصادق عليه السلام : إن الله تبارك وتعالى لم يخلق خلقاً أنجس من الكلب، وإن الناصب لنا أهل البيت لأنجس منه

“Dan dari Ash-Shadiq 'Alaihis Salam : Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta'ala tidak menciptakan makhluq yang lebih najis daripada anjing. Dan sesungguhnya Nashibi di sisi kami Ahlul Bait adalah lebih najis dari anjing”.[1]

[1] Al-Wahhabiyyun Khawarij Am Sunnah hal 280-281. Terb. Dar Al-Mizan.

(nisyi/jurnalmuslim.com)

nikah-mutahAntiLiberalNews – Selain menjual cinta ahlu bait, ada dua hal yang membuat Syi’ah mudah tersebar di kalangan umat Islam. Yaitu Taqiyyahdan Mut’ah. Taqiyyah adalah sebuah prinsip dusta demi meraih tujuan.  Sedangkan mut’ah adalah zina terselubung yang dihiasi dalil agar dianggap sebagai ibadah. Mut’ah adalah nikah kontrak, sesuai akad di awal dan mahar yang diberikan kepada wanita bisa di angsur.
Taqiyyah, SenjataKetikaLemah
Kebanyakan muslim tidak pernah mendengarkan bahwa Syi’ah menganggap nashibi (umat Islam Sunni) lebih layak diperangi dari pada Yahudi dan Nasrani. Mungkin, banyak orang tidak tahu bahwa dalam buku-buku Syiah dihalalkan merampas/mencuri harta nashibi.
Dari Abu Abdillah –Ja’far Ash Shadiq- mengatakan: Ambillah harta orang nashibi di mana saja kamu dapatkan, lalu bayar seperlimanya pada kami.
Riwayat ini terdapat dalam kitab Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 122, Al Wafi jilid6 hal43, begitu juga dinukil oleh Al-Bahrani dalam Al-Mahasin An-Nifsaniyah, Al Bahrani mengatakan riwayat ini memiliki banyak jalur.
Banyak juga orang tidak tahu bila tetangganya, guru ngajinya atau saudaranya telah memeluk Syi’ah. Ketidaktahuan itu wajar-wajar saja. Pasalnya dalam ajaran Syi’ah terdapat akidah yang disebut taqiyyah. Yaitu menyembunyikan jati diri atau keyakinan-keyakinan Syi’ah di hadapan orang lain, demi sebuah misi.
Keyakinan ini merupakan Sembilan  persepuluh dari seluruh ajaran Syi’ah. Bahkan Taqiyyah syarat menjadi mukmin di mata Syi’ah. Al-Kulaini, dalam bukunya UshululKafi (482-483) meriwayatkan bahwa Abu Abdillah –salah seorang yang diklaim imam Syi’ah- berkata, “Hai Abu Umar, Sembilan persepuluh dari agama ini adalah taqiyyah,  tidak beragama bagi orang yang tidak bertaqiyyah.”
Sehingga banyak orang tertipu dengan Syi’ah. Pasalnya, akidah-akidah busuk Syi’ah sengaja disembunyikan dari umat Islam, agar kebobrokan-kebobrokan akidah mereka tidak tampak dan tidak dijauhi oleh umat.
Abu Abdillah berkata, “Jagahlah agama kalian, tutupi dengan taqiyyah. Tidak dianggap beriman orang yang tidak bertaqiyyah.”

Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol
Ibnu Babawih –ulamaSyi’ah- berkata, “Keyakinan kami dalam Taqiyyah adalah wajib. Siapa yang meninggalkannya, maka ia seperti meninggalkan shalat.” (al-I’tiqadats, hlm. 114)
SemakinDusta, Semakin Shaleh
Bisa disimpulkan, seorang yang shaleh atau shalehah di mata orang Syi’ah adalah orang yang paling sering bertaqiyyah. Jadi, semakin banyak berdus tamak aias emakin shaleh di mata Syi’ah.
Dalama kidah Islam memang ada ajaran taqiyyah atau tauriyah. Namun tauriyah dalam akidah Islam adalah sebuah pilihan ketika kondisi terancam nyawa dan bersyarat, bukan sebuah kewajiban atau rukun iman. Tidak boleh dilakukan di sembarang waktu dan tempat.
Ibnu Mundzir, salah seorang ulama Islam berkata, “Para ulama berijma’ bahw siapa saja yang dipaksa untuk berbua kafir dengan ancama nyawa, maka ia diperbolehkan untuk memilih berbohong dengan pura-pura berbuat kafir. Orang ini tidak boleh dikafirkan.” (fathulBaari, 12/314)
Namun memilih untuk matisyahid saat demikian lebih utama. Ibnu Bathal rhm berkata, “Para ulama berijma’ bahwa siapa saja yang dipaksa antara dibunuh dengan kekafiran. Lalu ia memilih untuk dibunuh, maka itu lebih baik dan pahalanya lebih besar di sisi Allah SWT.” (FathulBaari, 12/318)
Mut’ah, Zina Terselubung
Mut’ah bisa dijadikan senjata bagi orang Syi’ah, namun juga menjadi titik lemah Syi’ah. Syi’ah menjadikan nikah sebagai alat untuk merekrut anak-anak muda dan orang-orang yang memiliki kecendrungan lebih kepada wanita.
Banyak dalil dari al-Qur’an dan Hadits yang digunakan oleh Syi’ah untuk menghalalkan mut’ah. Namun semua ayat yang dijadikan hujjah ditafsir sesuai nafsu Syi’ah. Tidak ada petunjuk dari Rasulullah Sholallahu’alaihi Wassalam dan para sahabatnya dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut sebagai kebolehan bermut’ah.
Memang Rasulullah Sholallahu’alaihi Wassalam pernah menghalalkan mut’ah sebanyak dua kali yaitu sebelum perang Khaibar dan diawa lfathu Makkah. Namun pada Fathu Makkah juga Rasulullah Sholallahu’alahi Wassalam mengharamkannya. Bahkan yang meriwayatkan pembatalan bolehnya mut’ah (naskh) adalah salah satu ahlu bait,  yaitu Ali bin Abu Thalib dalam riwayat Muslim dan Bukhari.
Dalam bukunya, tahrimul nikahil mut’ah, imam Ibnu Abi Hafidz telah membantah kehalalan mut’ah yang ‘dijual-bebas’ oleh Syi’ah.
Pelacur Yang Shalehah
Dalam ajaran Syi’ah, mut’ah tidak sekedar dianggap sebagai wisata biologis, tetapi lebih dari itu. Yaitu, dianggap sebagai syarat menjadi Syi’ah yang baik. Dalam kitab Syi’ah man la Yahdhuruhul-Faqih, (3/336) disebutkan, al-Shadiq berkata, “Mut’ah adalah agamaku, dan agama nenek moyangku. Maka,  siapa yang mengamalkannya, sungguh ia telah mengamalkan agama kami. Siapa yang mengingkarinya, maka ia telah mengingkari agama kami, dan telah memeluk selain agama kami.”
Banyak riwayat gubahan para ulama Syi’ah yang menunjukkan keutamaan nikah mut’ah. Salah satunya dalam buku tafsir minhajusshadiqin, konon Rasulullah Sholallahi’alaihi Wassalam bersabda, “Barang siapa yang melakukan mut’ah sekali, maka ia telah selamat dari murka Allah SWT. Yang melakukannya dua kali, maka ia akan dikumpulkan bersama orang-orang shaleh. Barang siapa yang melakukannya tiga kali, maka akan bersamaku di surga-surga.”
Dari berbagai riwayat yang ada dalam buku-buku induk Syi’ah dapat disimpulkan, bahwa keshalehan wanita dalam pandangan Syi’ah adalah berbanding dengan banyaknya ia melakukan mut’ah. Semakin sering ia melakukan mut’ah maka wanita tadi semakin shalehah dalam ajaran Syi’ah. Artinya, semakin sering lacur, semakin shalehah. Demikian juga laki-lakinya.
Keyakinan Syi’ah erhadap mut’ah bertentangan dengan anjuran Allah SWT untuk menjaga kemaluannya. Allah SWT berfirman,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki [994];  maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” (al-Mukminun: 5-7).
Dalam ayat ini Allah  mengharamkan persetubuhan dengan wanita kecuali istri sah atau hamba sahaya. Sedangkan wanita mut’ah adalah sewaan, bukan istri yang  sah. Sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Syi’ah sendiri bahwa wanita mut’ah-an adalah wanita sewaan,  maka boleh memut’ahi lebih dari seribu wanita, mereka tidak mendapatkan warisan, dan tidak perlu dicerai, (al-Furu’ minalKafi, 5/451).* Na’udzubillahimindzalik, *(Disalin dari kitab Syi’ah Kawan atau Lawan/ An-Najah)*
Red: Randy

jalaluddin RachmatAntiLiberalNews | IslamPos – Jalaluddin Rakhmat kembali batal datang ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) setelah para mahasiswa melakukan aksi menolak kedatangannya.
Sebelumnya tokoh Syiah tersebut siap memenuhi undangan Jurusan Ilmu Agama Islam (JIAI). Namun di detik-detik terakhir, Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) itu membatalkan kehadirannya.
“Saya sedang sibuk mengurusi pencalegan dan tidak mau lagi mengurusi hal-hal sepele seperti menghadapi LDKM (Lembaga Dakwah Kampus Mahasiswa, red),” pesan singkat Jalaludin Rakhmat kepada panitia acara kuliah umum di JIAI, Jum’at (7/3).
Namun, Jalal mengaku siap hadir pasca Pemilu nanti.

Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol
“Nanti mungkin setelah PEMILU, saya bisa fokus datang ke UNJ,“ tambah Jalal.
Sementara itu, Kepala Jurusan Ilmu Agama Islam, Noor Rachmat, menyesalkan ketidakhadiran Jalal. Dia mengungkapkan keherenannya atas penolakan hebat para mahasiswa.
“Karena dalam kurikulum JIAI ada ilmu kalam dan di dalam ilmu kalam ada Syiah. dari Syiah yang dipelajari hanya Syiah ghulat yang sesat, Syiah  lainnya biasa-biasa saja,” tutupnya.
Sebelumnya, Jum’at siang para mahasiswa UNJ melakukan aksi menolak kehadiran Jalal di JIAI. Mereka menggalang dukungan dengan membubuhkan tanda tangan penolakan. [andi/Islampos]
no image
AntiLiberalNews – Dalam mencapai tahapan kemenangan gerakan Syi’ah di berbagai belahan dunia, paham Syi’ah dengan menggunakan strategi ajaran yang di halalkan dan wajib dilaksanakan dengan taqiyyah. Sehingga tidak mudah secara dini diketahui oleh ummat yang menentang aqidahnya, khususnya oleh ahlus Sunnah wa jama’ah.
Definisi Taqiyyah
Taqiyyah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Menyembunyikan dan menjaga. (Lisanul Arab 15/401 dan Al Qamus Al Muhith hal. 1731)
Sedangkan secara terminologi syariat, taqiyyah memiliki arti: Menyembunyikan keimanan karena tidak mampu menampakkannya ditengah-tengah orang kafir dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan dan hartanya dari kejahatan mereka. (Disarikan dari Atsarut Tasyayyu’ hal 33 – 34)
Faham syi’ah beranggapan bahwa Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam pernah melakukan taqiyyah, yaitu ketika seorang tokoh munafiqin yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, Beliau mendo’akan untuknya, kemudian Umar bin Khattab berkata kepadanya “Tidakkah Allah telah melarangmu untuk melakukan hal itu (berdiri di atas kuburannya dengan mendo’akannya), maka Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam menjawab “Celakalah engkau, tahukah engkau apa yang saya baca? sesungguhnya aku mengucapkan penuhilah kuburannya dengan api dan bakarlah ia” (Furu’ul Kaafi hal 188)
Taqiyyah Berdasarkan Kitab-Kitab Syiah:

Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol

Riwayat dari hadits Imam kelima mereka, Muhammad Al Baqir yang berbunyi :
“At Taqiyyah ialah kebiasaanku dan kebiasaan bapak-bapakku, dan tidak beriman orang yang tidak bertaqiyyah.” (Al Ushul Minal Kafi, bab: At Taqiyyah jilid: 2 hal: 219).
Syaikh ahli hadits mereka, Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Babuyah Al Kummi menyebutkan dalam sebuah risalahnya yang berjudul Al I’tiqadaat:
“Bertaqiyyah wajib hukumnya, barang siapa yang meninggalkannya, maka ia bagaikan orang yang meninggalkan sholat.” Ia juga berkata: “Bertaqiyyah wajib hukumnya, dan tidak boleh dihapuskan hingga datang sang penegak keadilan (imam mahdi -pent), dan barang siapa yang meninggalkannya sebelum ia datang, maka ia telah keluar dari agama Allah Ta’ala, dan dari agama Al Imamiyyah, serta menentang Allah, Rasul-Nya dan para Imam.” (Baca risalah Al I’tiqadaat, pasal At Taqiyyah, terbitan Iran tahun: 1374 H).
قال أبوعبدالله عليه السلام: يا معلى اكتم أمرنا ولاتذعه، فإنه من كتم أمرنا ولم يذعه أعزه الله به في الدنيا وجعله نورا بين عينيه في الآخرة، يقوده إلى الجنة، يا معلى من أذاع أمرنا ولم يكتمه أذله الله به في الدنيا ونزع النور من بين عينيه في الآخرة وجعله ظلمة تقوده إلى النار، يا معلى إن التقية من ديني ودين آبائي ولادين لمن لاتقية له
Artinya : Abu Abdillah a.s. berkata: “Wahai Mu’alla! Sembunyikan urusan (agama) kami dan jangan nyatakannya, kerana sesungguhnya orang yang menyembunyikan agama kami dan tidak menyatakannya akan dimuliakan oleh Allah di dunia dan Allah akan menjadikannya sebagai cahaya di antara dua matanya di akhirat yang akan membawanya ke syurga. Wahai Mu’alla! Orang yang menyatakan agama kami dan tidak menyembunyikannya akan di hina oleh Allah di dunia dan Allah akan membuang cahaya di antara dua matanya di akhirat dan akan menjadikannya kegelapan yang mengheretnya ke neraka. Wahai Mu’alla! Sesungguhnya taqiyyah adalah agamaku dan agama datuk nenekku dan tidak ada agama bagi orang yang tidak bertaqiyyah“.(Usul al-Kafi jilid 2 hal 225)
عن سليمان ابن خالد قال: قال أبوعبدالله عليه السلام: يا سليمان إنكم على دين من كتمه أعزه الله ومن أذاعه أذله الله
Artinya : Dari Sulaiman bin Khalid, dia berkata bahwa, Abu Abdillah a.s. berkata, “Wahai Sulaiman, sesungguhnya kamu berada di atas satu agama yang sesiapa yang menyembunyikannya akan dimuliakan oleh Allah dan sesiapa yang menyatakannya akan dihina oleh Allah”.(Usul Kafi jilid 2 hal 223)
Kedudukan taqiyyah berdasarkan kitab-kitab syiah.
Ibnu Babawaih mengatakan: “Keyakinan kami tentang taqiyyah itu adalah wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan sembahyang”. [Al-I’tiqadat,hal.114].
Selain itu menisbatkan kepada imam keenam Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata, “Seandainya saya mengatakan bahwa meninggalkan taqiyyah sama dengan meninggalkan sembahyang tentu saya benar.” [Al-I’tiqadadat, hal.114]
عن أبي عبدالله عليه السلام قال: اتقوا على دينكم فاحجبوه بالتقية، فإنه لا إيمان لمن لا تقية له، إنما أنتم في الناس كالنحل في الطير لو أن الطير تعلم ما في أجواف النحل ما بقي منها شئ إلا أكلته ولو أن الناس علموا ما في أجوافكم أنكم تحبونا أهل البيت لاكلو كم بألسنتهم ولنحلوكم في السر والعلانية، رحم الله عبدا منكم كان على ولايتنا.
Artinya: Dari ‘Abdullah ‘alaihi salam (Muhammad Al-Kulaini) berkata: “Bertaqwalah kalian kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam agama kalian dan lindungilah agama kalian dengan taqiyah, maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang tidak bertaqiyah. Dia juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahasia berarti ia ragu dan siapa yang mengatakan kepada selain keluarganya berarti kafir.” .[Al-Kafi 2/371,372 & 218].
Munculnya Amalan-Amalan Kemungkaran Sebagai Realisasi Pandangan Sesat Mereka Terhadap Taqiyyah
1. Pengkafiran kaum muslimin yang tidak melakukan taqiyyah ala Syi’ah Rafidhah
Al Qummi di dalam Al I’tiqadaat ketika menyebutkan tentang kewajiban taqiyyah, mengatakan: “… Barangsiapa meninggalkan (taqiyyah) sebelum munculnya Imam Mahdi maka dia telah keluar dari agama Allah, agama Imamiyyah dan menyelisihi Allah, Rasul serta para imam mereka.”
2. Pembolehan untuk melakukan taqiyyah didalam segala keadaan walaupun dalam keadaan tidak terpaksa
Ath Thusi meriwayatkan –dengan dusta– di dalam Al Amaali hal. 229 dari Ash Shadiq, beliau berkata: “Bukanlah dari golongan kami, seseorang yang tidak menjadikan taqiyyah sebagai syiar dan bajunya walaupun ditengah orang-orang yang dia percayai. Hal itu tetap dia lakukan agar selalu menjadi tabiatnya ketika ditengah orang-orang yang mengancamnya.”
3. Ibadah yang diiringi dengan taqiyyah memiliki keutamaan besar
Ash Shaduq di dalam Man Laa Yahdhuruhul Faqih 1/266 meriwayatkan –dengan dusta– dari Abu Abdillah, berkata: “Tidaklah salah seorang diantara kalian menunaikan shalat wajib sesuai waktunya lalu shalat lagi dengan taqiyyah bersama mereka (kaum muslimin) dalam keadaan berwudlu’ kecuali Allah tulis (keutamaan) baginya sebesar 25 derajat. Oleh karena itu berharaplah kalian untuk mendapatkannya.”
4. Riwayat-riwayat para Imam mereka yang bertolak belakang dengan aqidah mereka dianggap sebagai taqiyyah (diringkas dari Firaqusy Syi’ah hal. 85-87 karya An Naubakhti)
5. Penafsiran yang batil terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala
Surat Fushshilat 34 :
وَلاَ تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَ السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
yang artinya: “Dan tidaklah sama antara kebaikan dan kejelekan. Balaslah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik.”
Abu Abdillah (paham Syi’ah) berkata: “Kebaikan itu adalah taqiyyah, sedangkan kejelekan itu adalah terang-terangan di dalam beragama.” (Al Kafi 2/173 karya Al Kulaini)
Sedangkan ‘cara yang lebih baik’ itu adalah taqiyyah. (Al Kafi hal. 482 karya Al Kulaini)
Surat Al Hujurat 13 :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling taqwa.”
Ash Shadiq seorang syi’i berkata: “Yaitu orang-orang yang paling mengetahui tentang taqiyyah.” (Al I’tiqadaat karya Al Qummi)
Maka Aqidah Taqiyyah merupakan ciri khas dari Syi’ah Rafidhah, karena dalam kitab Al I’tiqadaat karya Al Qummi meriwayatkan –dengan dusta– dari Ali bin Husain, berkata: “Kalau seandainya tidak ada taqiyyah maka wali-wali kami tidak akan dikenal diantara musuh-musuh kami.”
Hakekat Taqiyyah Syi’ah Rafidhah Sama dengan Kemunafikan
Sangat tepat untuk dinyatakan bahwa hakekat taqiyyah mereka tidaklah beda dengan kemunafikan di masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam. Padahal Allah Ta’ala banyak memperingatkan sifat-sifat mereka (kaum munafik) di dalam kitab-Nya, diantaranya:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Artinya : “Dan jika mereka (kaum munafik) bertemu dengan orang-orang beriman mereka berkata: ‘Kami beriman.’ Namun bila mereka bertemu dengan para syaithan, mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami bersama kalian. Kami hanyalah mengejek mereka (kaum muslimin).” (Al Baqarah: 14)
Allah juga berfirman :
قُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ
Artinya: “Mereka (orang-orang munafik) mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di hatinya.” (Al Fath: 11)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam mengingatkan tentang keadaan mereka: “Dan kalian akan dapati sejelek-jelek manusia adalah yang bermuka dua, yaitu dia mendatangi suatu kaum dengan satu wajah dan mendatangi kaum yang lain dengan wajah yang lain pula.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Bukti taqiyyah para penganut Syi’ah (INDONESIA)
Taqiyyah ON (yang nampak)
Harian Fajar, Minggu, 6 Februari 2011, menurunkan berita tentang IJABI, dengan judul berita “IJABI Tentang Sikap Menjelek-jelekkan Sahabat Nabi”, di dalam salah satu ulasan berita itu ditulis: “Melalui ketuanya, Syamsuddin Baharuddin, dia menegaskan IJABI Sulsel sama sekali tidak pernah membuat gerakan yang menjelek-jelekkan sahabat Nabi saw sebaliknya, IJABI sangat menentang gerakan atau upaya menjelek-jelekkan sahabat Rasulullah saw.”
Taqiyyah OFF (tersembunyi)
1.       Paham Syi’ah berpendapat bahwa Para sahabat sering menentang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam pada saat masih hidup.( Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009. hal. 82)
Bila yang dimaksud adanya penentangan itu adalah Utsman bin Affan dan para Sahabat  yang lari dari medan perang, maka tidaklah pantas dicela dan disebut-sebut lagi sebagai oarng yang menentang perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam karena mereka sudah diampuni oleh Allah Subhanahu Wata’ala. (lihat QS. Ali Imran: 155. Ibid hal.79)
Dalam ceramah Hari Asyura oleh Jalaluddin Rakhmat (Ketua Dewan Syuro IJABI) menyinggung bahwa Aisyah itu bermuka hitam, suka memoles pipinya dengan sejenis akar sebuah pohon sehingga berwarna merah, dengan itu beliau dijuluki Al Humairo (yang kemerah-merahan pipinya). Ia sangat pencemburu, dan suka membuat makar. (Rec. 07 Arsip LPPI Perw. IndTim)
Amr bin Ash adalah anak dari hasil promiskuitas (ibunya digagahi oleh beberapa orang yang tidak jelas), Jalaluddin Rakhmat. (Ketua Dewan Syuro IJABI) Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 14)*
Sumber: An-Najah
Red: Randy

Resensi Buku: Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia

Buku Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syi’ah di IndonesiaAntiLiberalNews – Konflik antara Sunni dan Syiah di Indonesia kian hari kian memanas. Konflik tersebut disebabkan oleh perbedaan prinsip/pokok dalam keyakinan kedua kelompok. Di antara perbedaan yang mencolok diantara kedua kubu yaitu, Sunni (Ahlussunnah) memuliakan para Sahabat Nabi karena merekalah yang berjuang membantu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam serta menyebarkan Islam ini ke berbagai penjuru. Adapun Syiah sangat membenci Para Sahabat Nabi, mencela mereka, bahkan hingga pada tingkat pengkafiran.
Syi’ah merupakan salah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.


Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol
Menurut beberapa riwayat sejarah, Syiah didirikan oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’.
Inti ajaran Syi’ah terletak pada masalah Imam yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh ahlul bait. Mereka menetukan 12 Imam, yaitu: Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali bin Abi Thalib, Ali bin Husein Zaenal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-Kazim, Ali Ar-Ridha, Muhammad Al-Jawad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari, Muhammad Al-Muntazhar (Al-Mahdi). Syi’ah meyakini bahwa kedua belas imam tersebut ma’shum (terlepas dari salah dan dosa) dan yang paling berhak melaksanakan Imamah.
Syi’ah memiliki empat referensi utama dalam membangun madzhabnya.
Yang pertama, Al-Kafi yang ditulis oleh Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini. Dia adalah seorang ulama Syi’ah terbesar di zamannya. Dalam kitab itu terdapat 16.199 hadits. Menurut kalangan Syi’ah, Al-Kafi adalah kitab yang paling terpercaya.
Kedua, Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, dikarang oleh Muhammad bin Babawaih al-Qummi. Terdapat di dalamnya 3.913 hadits musnad dan 1.050 hadits mursal.
Ketiga, At-Tahzib. Ditulis oleh Muhammad At-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu.
Keempat, Al-Istibshar, juga ditulis oleh Al-Qummi mencakup 5.001 hadits.
Aliran ini telah tersebar ke berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Data dan fakta mengenai perkembangan Syiah di Indonesia bisa di lihat dalam buku ini, yang berjudul Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syiah di Indonesia yang ditulis oleh Farid Ahmad Okbah, M.A.
Setelah menjelaskan definisi, pokok-pokok, dan ciri-ciri Ahlussunnah waljamaah pada bab pertama, penulis memaparkan secara singkat definisi Syiah, sejarah, pokok-pokok ajaran, dan penyimpangannya pada bab kedua.
Penulis yang merupakan pakar Syiah ini juga menyebutkan beberapa sejarah pengkhianatan Syiah pada bab keempat. Diantara pengkhianatannya adalah pembunuhan Khalifah Umar bin Khattab oleh Abu Lu’luah al-Majusi. Kaum Syiah menjulukinya dengan “Baba Syujauddin” (sang pembela agama yang gagah berani). Kuburannya di Iran dikunjungi dan dihormati oleh kaum Syiah. Bahkan para ulama Syiah berdo’a “Ya Allah kumpulkan kami di akhirat kelak bersama Abu Lu’luah” (hal.48)
Pada bab kelima penulis memaparkan data dan fakta perkembangan Syiah di Indonesia. Ratusan yayasan Syiah telah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Di antaranya adalah Yayasan Muthahhari Bandung,  Yayasan al-Muntazhar di Jakarta, Yayasan Mulla Shadra Bogor, dan Yayasan Fikratul Hikmah di Sulawesi Selatan. Syiah juga gencar menerbitkan buku-buku Syiah. Lentera, Mizan, Hidayah, al-Huda, al-Jawwad adalah beberapa nama penerbit Syiah yang terkenal. (lihat hal.55-66)
Selain itu, Syiah juga banyak mengirim kadernya untuk melanjutkan pendidikan di Iran. Setiap tahunnya sekitar 300 mahasiswa Indonesia ke Iran. Syiah juga memiliki beberapa organisasi, diantaranya adalah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Ikatan Pemuda Ahlul Bait Indonesia (IPABI), dan Ahlul Bait Indonesia (ABI). Beberapa Lembaga pendidikan milik syiah adalah SMA Plus Muthahhari Bandung dan Jakarta, dan Ma’had Yapi Bangil, Jawa Timur. (hal.60-61)
Pada bab-bab berikutnya penulis memaparkan data-data mengenai Syiah di beberapa media. Lebih lengkapnya, silahkan membaca buku “Ahlussunnah waljamaah dan Dilema Syiah di Indonesia” ini. Buku ini sangat pantas untuk dibaca untuk mengetahui data dan fakta perkembangan Syiah di Indonesia.
Judul Buku: Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia
Penulis: Farid Ahmad Okbah, MA
Editor: Tim Perisai Qur’an
Penerbit: Perisai Qur’an Jakarta
Cetakan Pertama:  September 2012.
Tebal: 288 halaman.
Telpon: (021) 8591 6646, Fax. (021) 8591 6647, Email: perisaiquran@gmail.com

sucofindoAntiLiberalNews | Islampos – Seminar Hari Asyuro Syiah yang digelar oleh Ahlul Bait Indonesia (ABI) dengan tema  “Kepahlawanan dan Nasionalisme Untuk Manusia Indonesia Seutuhnya; Peringatan Hari Pahlawan Nasional dan Asyuro Imam Husein” di Gedung Sucofindo Jakarta (08/11/2013) mendapat protes keras dari karyawan Sucofindo.
Sekitar 80 orang karyawan Sucofindo yang sadar akan bahaya Syiah meminta agar acara tersebut dihentikan. Sejak dimulainya seminar sekitar pukul 15.00 WIB, para karyawan sudah mendesak agar acara kelompok Syiah ini tidak dilanjutkan.
Menurut Moh. Nafis, salah satu karyawan Sucofindo, gedung yang menjadi tempat berlangsungnya acara Syiah ini mutlak milik Sucofindo. Mereka tidak rela tempat kerjanya dijadikan ajang penyebaran ide kelompok sesat.
“Tapi soal sewa menyewa ruangan dipegang oleh tenant, dan mungkin tenant nya tidak paham bahwa ini acara Syiah,” jelasnya.

Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol
Aksi keributan pun sempat terjadi tatkala tokoh Syiah Agus Abu Bakar bersitegang dengan massa karyawan Sucofindo.
Sikap Agus Abu Bakar yang melabrak dengan nada tinggi memancing para karyawan untuk mendesaknya agar angkat kaki dari gedung.
“Pergi sana, dasar tukang rusuh!” hardik para karyawan.
Selain aksi dari pihak karyawan, Majelis Mujahidin juga turut melancarkan aksi pembubaran. Amir Mujahidin DKI Jakarta, Abu Abdullah Robbani menyampaikan bahwa keberanian kelompok Syiah menggelar acara secara terang-terangan adalah ajang unjuk kekuatan.
“Mereka sudah berani menyatakan diri mereka Syiah, artinya mereka sudah memiliki kekuatan dana, sumber daya dan lobby-lobby politik. Acara ini adalah salah satu propaganda Syiah,” jelasnya disambut takbir para karyawan Sucofindo.
Melalui mediasi dari pihak kepolisian, acara tersebut berhasil dihentikan sekitar pukul 16.30 WIB. Jauh lebih awal dari jadwal semula yaitu pukul 17.00 WIB. [eza/Islampos]
Red: Randy

konspirasi_dibalik_tragedi_karbalaAntiLiberalNews | SyiahIndonesia – Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, atau yang dikenal sebagai Husain Radhiyallahu ‘anhu, adalah cucu Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam, buah hati dan kecintaannya di dunia. Ia adalah saudara Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, penghulu pemuda penduduk surga. Kedudukan tinggi tersebut tidak ia peroleh, kecuali ia lakoni dengan ujian dan cobaan, dan sungguh Husain Radhiyallahu ‘anhu telah berhasil melewati ujian tersebut secara penuh dengan kesabaran dan keteguhan (tsabat) yang sempurna hingga menemui Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya ini adalah malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelum ini, ia meminta izin kepada Rabbnya untuk mengucapkan salam kepadaku dan menyampaikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah penghulu kaum wanita penghuni surga dan bahwasanya Hasan serta Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
Husain Radhiyallahu ‘anhu dan Kronologis Syahidnya

Baca artikel  selengkapnya di AQIDAH SYIAH tafhadol
Setelah kekhilafahan dilimpahkan kaum Muslimin kepada Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, kemudian ia turun (lengser) darinya untuk diberikan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu untuk memelihara darah kaum Muslimin, dengan syarat selanjutnya Mu’awiyah sendiri yang akan menyerahkan kembali kekhilafahan kepada Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Akan tetapi Hasan meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya, lalu ia keluar dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.
Kemudian golongan pendukung ayahnya dari Syi’ah Kufah mengirim surat kepada Husain agar ia keluar bergabung menemui mereka. Mereka menjanjikan akan menolongnya jika ia telah bergabung. Maka Husain tertipu dengan janji mereka, dan mengira bahwa mereka akan merealisasikannya untuk memperbaiki kebijakan yang buruk dan untuk meluruskan penyelisihan yang diawali pada kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah.
Perbuatan Husain Radhiyallahu ‘anhu untuk bergabung dengan penduduk Kufah sendiri dinilai salah oleh para penasehatnya. Di antara mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Abdullah bin Ja’far Radhiyallahu ‘anhum dan lainnya. Bahkan ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu terus mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar. Namun dengan dilandasi baik sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!”.
Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar, ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Akhirnya, sangat jelas sekali tampaklah pengkhianatan Syi’ah ahli Kufah, walau mereka sendiri yang mengharapkan kedatangan Husain Radhiyallahu ‘anhu. Maka wakil penguasa Bani Umayyah, ‘Ubaidillah bin Ziyad yang mengetahui sepak terjang Muslim bin ‘Aqil yang telah membai’at Husain, segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya sekaligus tuan rumah yang menjamunya, Hani bin Urwah al-Muradi. Dan kaum Syi’ah Kufah hanya diam seribu bahasa melihat pembantaian dan tidak memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhu. Hal itu mereka lakukan karena ‘Ubaidillah bin Ziyad telah memberikan segepok uang kepada mereka.
Maka ketika Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar bersama keluarga dan pengikutnya, berangkat pula Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhu dan terbunuh pula semua sahabat yang mendampinginya secara terzhalimi dan dapat dianggap sebagai pembantaian sadis. Kepala mulianya terpotong, lalu diambil oleh para wanita dan anak-anak yang berada di antara pasukan dan diberikan paksa kepada Yazid di Damaskus. Ketika melihat kepala Husain dibawa ke hadapannya saat itu, Yazid pun sedih dan menangis. Kemudian para wanita dan anak-anak dikembalikan ke kota, sedangkan semua anak laki-laki Husain sebelumnya sudah ikut terbunuh di kufah, sehingga tidak tersisa dari anak-anak (Husain) kecuali ‘Ali Zainul Abidin yang ketika itu masih kecil.
Kemanakah Syi’ah Kufah Pendusta dan Pengkhianat?
Sejak pertama, Syi’ah Kufah sudah takut berperang dan telah “siap” menjual kehormatan mereka dengan harta. Mereka merencanakan pengkhianatan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan semata, walaupun hal itu harus dibayar dengan menyerahkan salah seorang tokoh Ahlul Bait, Husain Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin ‘Aqil, dan ternyata tidak pula ikut berperang membantu Husain Radhiyallahu ‘anhu.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait lainnya yang gugur bersama Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah putera ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu lainnya, yaitu Abu Bakar bin ‘Ali, ‘Umar bin ‘Ali, dan ‘Utsman bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Juga putera Hasan sendiri, Abu Bakar bin Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Namun anehnya, ketika kita mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Lantas, apa tujuannya?
Tentu saja, agar para pengikut Syi’ah tidak memberi nama anak-anak mereka dengan tiga nama sahabat Rasulullah Shallalahualaihi wa sallam yang paling dibenci orang-orang Syi’ah, bahkan yang dilaknat oleh mereka setiap harinya.
Melihat kebusukan perangai dan pengkhinatan Syi’ah, Husain Radhiyallahu ‘anhu dalam doanya yang sangat terkenal sebelum wafat atas mereka adalah “Ya Allah, apabila Engkau memberi mereka kenikmatan, maka cerai-beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui para pemimpin mereka selamanya, karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata malah memusuhi kami dan membunuh kami!”.
Konspirasi dibalik Terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu
Di balik tragedi Karbala, yaitu terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan banyak Ahlul Bait lainnya serta rombongan yang menyertainya, ada rahasia besar yang harus diketahui, yaitu:
1. Ternyata yang membunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad yang berkolaborasi dengan Syi’ah Husain.
Fakta ini bahkan diakui oleh sejarawan Syi’ah sendiri, Mulla Baqir al-Majlisi, Qadhi Nurullah Syustri dan lainnya, tentunya selain fakta sejarah yang jelas dan mengedepankan nilai ilmiah yang selama ini telah banyak beredar.
Mereka adalah para pengkhianat, musuh-musuh semua kaum Muslimin, bukan hanya bagi Ahlus Sunnah saja.
2. Kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait hanyalah isapan jempol dan kebohongan yang dipropagandakan.
Bahkan yang Syi’ah da’wahkan tiada lain merupakan upaya untuk menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran Majusi Saba’iyah (pengikut Abdullah bin Saba’).
3. Keadaan Syi’ah yang selalu diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang masa dalam sejarah membuktikan dikabulkannya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu di medan Karbala akan adzab Syi’ah.
4. Upacara dan ritual Asyura’-an, seperti menyiksa badan dengan cara memukul-mukul tubuh dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh Syi’ah sehingga mengalirkan darah, juga merupakan bukti diterimanya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu, bahkan mereka terhina dengan tangan mereka sendiri.
Dari upaya menelusuri tragedi terbunuhnya Husain Rahimahullah dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Syi’ah bukanlah Ahlul Bait, dan Ahlul Bait berlepas diri dari Syi’ah, diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, bagaikan timur dan barat, bahkan lebih jauh lagi.
2. Barangsiapa yang mengaku-ngaku mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait namun ternyata mereka berlepas diri dari orang-orang yang dicintai Ahlul Bait tersebut, maka yang ada hanyalah klaim kedustaan dan propaganda kesesatan.
Red : Randy Bimantara

Recent Posts

VIDEO

KRISTENISASI

SYIAH

LIBERAL